Jakarta, CNN Indonesia — Pengusaha ngotot mendesak Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk mengeluarkan aturan soal no work no pay, alias tidak kerja tidak dapat upah.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko menegaskan desakan disampaikan karena aturan no work no pay adalah jalan keluar untuk mengurangi jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri padat karya.
“Kami tuh ingin memberikan semacam jalan keluar kepada pemerintah kalau bisa kita itu hanya menggaji berdasarkan prorate jam kerja. Artinya kalau secara bahasa medianya itu no work no pay,” kata Eddy yang hadir virtual dalam acara Apindo, Rabu (16/11).
Eddy menjelaskan ketika ia bertemu dengan Nike dan Adidas, dua pabrikan sepatu tersebut mengatakan bahwa selama 30 tahun berbisnis tidak pernah sekalipun kesulitan dalam penjualan, kecuali tahun ini.
Lebih lanjut, ia menjelaskan tidak pernah dalam 1 tahun pun Nike dan Adidas menurunkan order di bawah 10 persen. Bahkan, setiap tahun order bisa naik 10 hingga 30 persen. Namun, tahun ini mereka harus menurunkan order sampai 50 persen dan menjadi yang pertama kali terjadi.
“Sehingga dengan demikian, beberapa negara, seperti Vietnam dan China mengajukan kepada pemerintah agar bisa dilakukan pengurangan jam kerja. Dari 40 jam per minggu menjadi 25-35 jam per minggu. Ini sebenarnya sudah kita lakukan bulan-bulan lalu,” tuturnya.
Esensi no work no pay dalam pemikiran Eddy adalah pengajuan kelonggaran kepada pemerintah di kondisi sekarang ini untuk bisa mengurangi jam kerja supaya tidak melakukan PHK
Ia menjelaskan 27.500 buruh di pabrik sepatu yang terkena PHK sejauh ini barulah 10 persen. Sementara, ia mengeluh karyawan yang ada saat ini bekerjanya tidak penuh.
Dengan kata lain katanya, pekerja hanya bekerja setengah hari atau hanya 70 persen karena memang order-order yang ada tidak memadai,
Usul kebijakan no work no pay mencuat pertama kali dari mulut Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Anton J Supit dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI dan Menteri Ketenagakerjaan, Selasa (8/11).
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan usulan pengusaha soal kebijakan no work no pay harus didiskusikan terlebih dahulu dengan serikat pekerja.
“Ya itu bicarakan dengan teman-teman serikat pekerja. Pokoknya kalau serikat atau perwakilan pekerja di perusahaan itu setuju, kita setuju. Kuncinya tuh di situ,” tegas Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja Dita Indah Sari di Gedung Kemnaker RI, Kamis (10/11).
Dita menjelaskan jika ingin ada aturan no work no pay, maka perlu ada perjanjian bersama antara perusahaan dan pekerja. Kedua pihak harus membuat kontrak kerja baru. Kendati, ia belum memastikan apakah aturan tersebut bakal didukung dengan adanya permenaker.
“Enggak, sejauh ini belum. Pada prinsipnya, pertama waktunya harus terbatas. Jadi, no work no pay ini jangan sampai 2024 dong, harus jelas kapan. Misalnya, bikin kesepakatan dengan buruh, ya sudah no work no pay, buruhnya setuju misal 6 bulan kah atau 8 bulan,” jelasnya.
Selain itu, Dita menjelaskan aturan ini tidak bisa berlaku di semua sektor. Ia menjelaskan masih ada beberapa sektor yang tumbuh positif, seperti kelapa sawit hingga tambang.
“No work no pay itu (untuk) yang ordernya kurang-kurang itu lah, garmen, tekstil itu wajar. Nanti tambang, nikel, timah, ikut-ikutan. Makanya itu jangan, buruhnya juga harus kritis dong. Jangan disamakan sawit sama sepatu,” tegasnya. (skt/agt)
Sumber: cnnindonesia.com